Book Review: Hafalan Shalat Delisa by Tere Liye

Seperti biasa, Tere Liye kembali menciptakkan kisah yang luar biasa. Aku sangat mengagumi bagaimana Tere-Liye dapat menceritakan kejadian tersebut dengan emosi yang begitu mendalam; sehingga aku bisa turut merasakan kesedihan tersebut. 

Tokoh Delisa dalam cerita ini tentu patut di acungi jempol. Jalan pikirannya yang polos dan penuh pertanyaan lugu jelas menggambarkan seorang anak yang masih berusia 6 tahun. Tetapi sungguh mengagumkan bagaimana ia bisa menerima semua yang terjadi padanya dengan hati yang ikhlas dan masih tetap riang. Dari Delisaaku belajar arti ikhlas dan arti ketulusan hati

"Orang-orang yang kesulitan melakukan kebaikan itu, mungkin karena hatinya Delisa... Hatinya tidak ikhlasHatinya jauh dari ketulusan..."


BOOK review

Hafalan Shalat Delisa by Tere Liye

Judul Buku: Hafalan Shalat Delisa
Penulis: Tere Liye
Penerbit: Republika
Tebal: 266 Halaman
Tahun Terbit: 2011

Rating: 4/5
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Pagi itu, Sabtu 25 Desember 2004. Sehari sebelum badai tsunami menghancurkan pesisir Lhok Nga. Sebelum alam kejam sekali merenggut semua kebahagiaan Delisa."
Buku ini berkisah tentang seorang gadis cilik berusia 6 tahun, bernama Delisa. Ia tinggal bahagia bersama Ummi-nya, dan 3 kakaknya: Fatimah, Aisyah dan Zahra. Saat itu, Delisa sedang rajin-rajinnya belajar menghafal bacaan shalat; karena tak lama lagi ia akan menghadapi sebuah ujian dalam membaca shalat tersebut. Seperti yang sudah dilakukan oleh kakak-kakanya dahulu, setiap lulus menghafal bacaan shalat, Ummi mereka akan memberikan hadiah kalung. Delisa teramat senang dan semakin bersemangat karena selalu termotivasi ketika mengingat hadiah kalung tersebut. 

Pada hari ujian itu akan dilaksanakan, Delisa mengingat kembali petuah yang diajarkan oleh Ustadz Rahman; bahwa shalat harus khusuk. Meskipun berbagai macam keributan dan keramaian di sekitar, saat sedang melakukan shalat harus tetap fokus, pikirannya satu. Dan Delisa memegang teguh petuah tersebut.

"Nah, jadi kalian shalat harus khusuk. Harus satu pikirannya... Andaikata ada suara ribut di sekitar, tetap khusuk. Ada suara gedebak-gedebuk, tetap khusuk. Jangan bergerak."

Ketika Delisa sedang melakukan hafalan bacaan shalatnya, di depan gurunya, bencana itu tiba. Gempa mulai terasa, dan orang-orang mulai ketakutan. Namun Delisa tetap khusuk menjalankan shalatnya. Bahkan ketika air yang besar itu, tsunami itu datang, Delisa tetap tidak mau diganggu.Akan tetapi apa daya gadis kecil itu, ia pun turut tersapu oleh banjir besar itu.

Selama berhari-hari lamanya Delisa terdampar tak berdaya. Kaki kanannya tidak mampu digerakkan, dan siku kanannya patah. Delisa sepertinya hanya bisa berharap kepada kemurahan Tuhan yang terus membiarkannya bertahan hidup. Dan ketika gadis itu akhirnya memperoleh pertolongan, ia harus menerima kenyataan bahwa salah satu kakinya harus diamputasi. Sikap Delisa dalam menghadapi bencana ini membuat banyak orang terkagum; bagaimana ia seperti menerima dengan ikhlas semua yang telah terjadi. Kini ia hanya tinggal berdua dengan Abi-nya, ayahnya. Ketiga kakaknya telah dinyatakan meninggal. Bahkan Ummi yang amat Delisa sayangi tidak diketahui keberadaannya. Bersama-sama, keduanya berjuang menghadapi kenyataan hidup, bahwa mereka telah kehilangan banyak hal dalam bencana itu.

Delisa sudah berusaha bersabar, berusaha ikhlas. Namun bagaimana jika ia merindukan kehadiran Ummi-nya? Bagaimana jika ternyata ada bagian dari dirinya yang masih tidak bisa menerima semua yang telah terjadi?
Dan juga, Delisa harus menyelesaikan satu tugasnya yang belum selesai.
Menyelesaikan hafalan bacaan shalatnya yang tertunda.

Buku ini mengajarkan kita lewat Delisa tentang arti sebuah rasa ikhlas. Kisah ini juga mengajarkan banyak hal penting melalui sebuah bencana yang menimpa banyak orang. Sebuah pelajaran penting dalam kehidupan.